Rabu, 28 November 2012

CANDI SINGOSARI: SEBUAH PENINGGALAN PENAKLUK JAWA DAN SUMATERA

Candi Singosari terletak di desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. untuk menuju candi ini tidaklah sulit. berada tidak jauh dari pasar Singosari tepatnya sebelah utara pasar. banyak kendaraan umum yang melintas karena candi ini tidak jauh dari jalan raya Surabaya-Malang. masuk gang setelah pasar Singosari kalau dari Kota Malang Menuju Surabaya.

Ditemukan sekitar abad 19, seorang Belanda nicolas engelhard tahun 1803 membuat laporan kepubarkalaan mengenai candi Singosari. candi ini memiliki banyak sebutan mulai candi menara, candi cella (karena banyak terdapat sela pada dindingnya) dan candi cungkup (nama itu menurut W Van. schmid yang berkunjung ke candi tahun 1856, masyarakat menyebutnya). Namun pada akhirnya nama Candi Singosari yang dipakai sesuai dengan tempat dimana candi tersebut berada.

Candi Singosari merupakan peninggalan kerajaan Singhasari. Bukti yang menyatakan candi ini terdapat dalam kitab Negarakertagama pupuh 45:4-5 yang berbunyi :
cri ciwabudha dhinarma ring Tumapel, bhisekaning dharma ring purwapatapan (Kertanegara).
serta pada prasasti gajahmada (1351 M) yang ditemukan di halaman candi.

Di Negarakertagama, candi Singosari yang bernama Purwapatapan disambungkan dengan nama Kertanegara. Kertanegara merupakan raja Singosari terakhir putra dari Raja Wisnuwardana. Dimasa pemerintahan Kertanegara inilah candi Singosari dibangun. Pengangkatan Kertanegara menjadi raja terdapat pada prasasti pakis yang berangka tahun 1254 M. berikut merupakan silsilah raja Singosari:

silsilah raja Singosari
Raja Kertanegara merupakan raja Singosari yang memberikan pengaruh besar bagi kerajaan Singhasari di bidang politik, geografis dan agama. Raja Kertanegara merupakan raja Singhasari yang menganut paham Buddha tantrisme. Buddha Tantrisme merupakan perkembangan ajaran Buddha yang mendapat pengaruh ajaran Hindu. Dalam pararton disebutkan Kertanegara sebagai Civa-Buddha. Pada masa Raja Kertanegara, kerajaan Singhasari memperluas wilayahnya hingga Melayu dan Bali. Perluasan wilayah tersebut merupakan realisasi dari kebijakan politik Kertanegara yaitu cakrawala mandala keluar Pulau Jawa tahun 1275 M. menanggapi kebijakan tersebut kemudian di deklarasi kebijakan Pamalayu untuk menaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di Melayu tahun 1284 M.

Disaat pasukan Singhasari melakukan ekspedisi Pamalayu inilah kerajaan di serang oleh Jayakatwang yang ingin membalaskan kematian leluhurnya yaitu raja Kertajaya yang merupakan raja Daha oleh leluhur Kertanegara yaitu Ken arok. Jayakatwang merupakan raja kerajaan Gelang-gelang pewaris tahta kerajaan Daha. Penyerangan Jayakatwang disaat kerajaan Singhasari kosong akibat ekspedisi Pamalayu ini atas saran dari Aryawiraraja yang merupakan bupati Sungenep. Aryawiraraja rupanya kecewa dengan kebijakan Kertanegara yang menempatkan Aryawiraraja di Madura.

Kertajaya membagi serangannya dalam dua arah yaitu selatan dan utara. pada saat penyerangan raja Kertanegara sedang berpesta dan minum-minum tuak. Kertanegara tidak percaya bahwa Kertajaya menyerang Singhasari, hal tersebut disebabkan putri Kertajaya telah dijadikan menantu serta Kertanegara sering mengirim surat kepada Kertajaya. namun setelah prajurit yang terluka menghadap kertanegara barulah percaya. tetapi pasukan Kertajaya terlanjur masuk menyerang kerajaan dan kondisi kerajaan kosong akibat ekspedisi Pamalayu. dalam penyerangan Kertajaya tersebut raja kertanegara terbunuh dan kemudian didharmakan di candi Singosari.

bagian candi Singosari

Sesuai bentuk Candi Singosari masuk dalam kategori candi Jawa Timur yang berbadan langsing. candi Songosari terbuat dari batu andesit dengan menghadap barat ke gunung Arjuno. denahnya berbentuk 14x14 meter dengan tinggi 15 meter. bangunan candi terdiri dari empat bagian yaitu batur, kaki candi, tubuh candi dan atap candi. batur menjadi landasan candi dengan tinggi 2 meter, tidak terdapat relief hanya ukiran tahun restorasi candi yang pertama di sisi kiri candi yang berangka tahun 1934. pada kaki candi terdapat pintu masuk rung utama candi serta relung atau bilik di setiap sisinya yang berisi arca. pada bagian atas bilik terdapat ukiran berbentuk kepala kala yang belum selesai bentuknya. belum sempurnanya ukiran yang dikaki ini disinyalir bahwa pembangunan candi pada masa Kertanegara belum selesai karena terjadi serangan dari Kerajaya. pada bagian tubuh lebih langsing terdapat lesung-lesung kecil yang diatas lesung juga terdapat kepala kala dengan ukiran yang telah sempurna. bagian atap candi tidak bisa direstorasi karena beberapa bagian hilang. namun pada bagian atap dapat disamakan dengan candi Jawi di Pandaan-Pasuruan yang juga merupakan pendharmaan raja Kertanegara dan kemiripan struktur candi. pada candi Jawi bentuk atap mengerucut ke atas dan dipuncaknya terdapat semacam setupa. hal ini menandakan bahwa raja Kertanegara menganut agama buddha tantrayana.
kepala kala yang belum sempurna 

pada undak-undak sisi barat candi menuju ruang utama candi. ruang utama candi terdapat lingga dan yoni melambangkan kesuburan. dalam pararton disebutkan bahwa raja Kertanegara dengan nama Civa-Buddha yaitu pengikut Siwa-buddha. candi Singosari juga merupakan candi yang menggambarkan agama hindu Siwa. salah satu cirinya candi Siwa adalah terdapat lingga dan yoni didalamnya. di kanan dan kiri candi terdapat 2 bilik yang arcanya telah di bawa ke Belanda, pada bilik kecil tersebut sebenarnya terdapat arca Mahakal dan Nandiswara. ciri lain candi Siwa adalah terdapat empat Bilik ruangan dengan berisi arca. keempat bilik dapat dilihat dengan mengelilingi kaki candi searah jarum jam. keempat bilik terdapat arca Dewi Durgamahisasuramardini (merupakan istri Siwa di utara), Ganesa (putra Siwa di timur), Siwa Guru (perwujudan siwa di selatan). dari keempat acra tersebut kini yang masih terdapat di bilik candi hanya tinggal Siwa mahaguru.
Siwa Mahaguru

arca-arca di sekitar candi. tampak arca buddha

dihlaman acndi sekarang juga terdapatbeberapa arca yaitu Dewi Parwati, pelandasan tempat arca, wahana Dewa Surya, arca dua dewi yang telah hancur sebagian, Nandiswara yang merupakan wahana dewa Siwa, Patung Buddha, lingga, yoni, kepala kala yang belum jadi, Lotus dan beberapa arca yang tidak dapat didentifikasi. arca dewi Parwati  arca paling besar lurus dengan pintu ruang utama candi. ciri arca Dewi parwati atau yang biasa disebut Siwa family adalah terdapat empat relief arca kecil di bagian atas arca besar sebagai Dewi Parwati. Keempat arca tersebut adalah Dewa Siwa, Siwa Bhairawa, Ganesa dan Kartikea, kemudian sikap berdiri yang dikanan dan kiri bawah terdapat dewi pengawal.
arca dewei parwati


semoga artikel ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan ketika pembaca berkunjung ke candi Singosari.

Sumber:
1. soekmono. Candi fungsi dan pengertiannya.
2. Soejono, R.P. dan Leirissa, R.Z. 2010. Sejarah nasional Indonesia jilid II. jakarta: Balai pustaka.
3. wardojo, pitonohardjo. 1965. pararaton. jakarta: bhatara.
4. Hardjowardojo, R. Ditoro. Warna sari sejarah Indonesia lama.
5. www.navigasi.net
6. www.budpar.go.id
7.candisingosari.com

Sabtu, 27 Oktober 2012

ALUN-ALUN TUGU MALANG: RIWAYATMU


Siapa tak tahu alun-alun Tugu atau alun-alun bunder ketika mengunjungi Kota Malang yang letaknya tak jauh dari stasiun kota baru Malang. Alun-alun dengan sebuah tugu ditengahnya sebagai simbol kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan pusat pemerintahan Kota Malang, dimana di sisi selatan terdapat kantor Balaikota. Keberadaan alun-alun bunder membuat Kota Malang memiliki dua alun-alun disamping alun-alun lama yang berada dikawasan pendopo Kabupaten Malang.
Malang merupakan satu-satunya kota di Jawa yang memiliki dua alun-alun sebagai tempat berkumpul masyarakat. Setiap kota di Pulau Jawa memiliki alun-alun sebagai pusat beraktifitas masyarakat, termasuk kantor pemerintahan. Hal tersebut merupakan ciri dari kota tradisional di Jawa. Begitu juga dengan Malang sebelum menjadi kotapraja, Malang memiliki satu alun-alun yang sekarang berada di depan kantor Bupati Malang.
Pada abad 18, Malang masih merupakan kawasan pedalaman Jawa. Seiring berjalan waktu dan semakin padatnya daerah pesisir, kemudian banyak Bangsa Belanda yang berdatangan menuju Malang dan mendirikan pemukiman. Kondisi geografis Malang yang dikelilingi pegunungan dan memiliki udara sejuk menjadikan kawasan yang enak untuk ditempati. Banyaknya Bangsa Belanda yang berdatangan, sehingga kemudian menuntut kepada pemerintah Hindia Belanda untuk meningkatkan status Malang menjadi kotapraja. Sehingga pada 1 April 1914, surat ketetapan Gubernur Hindia Belanda keluar yang mengubah status Malang menjadi Gemeente (kotapraja) (Handinoto & Soehargo, 1996:1).
Status kotapraja yang disandang Malang, tidak membuat Malang langsung memiliki walikota. Namun untuk sementara, walikota dijabat oleh residen Malang. Tahun 1919 Kota Malang baru memiliki walikota yang dilantik tanggal 1 Juli. Nama walikota pertama Malang adalah H.I. Bussemaker yang menjabat sejak tahun 1919-1929 (Handinoto & Soehargo, 1996:66). Seiring dengan meningkatnya status Malang menjadi kotapraja, maka dibutuhkan kantor pemerintahan baru. Bangsa Belanda yang menduduki kursi pemerintahan menuntut di bangunnya pusat pemerintah Kota Malang yang baru, tidak menjadi satu di kawasan alun-alun yang lama. Bangsa Belanda memandang alun-alun lama merupakan simbol dari Bumiputra. Alun-alun yang lama sebagai pusat aktifitas masyarakat dianggap kumuh dan tak beraturan. Bangsa Belanda menuntut terbentuknya pusat pemerintaha baru sebagai pusat kegiatan orang Eropa, bukan sebagai pusat kegiatan orang Bumiputra (Basundoro, 2009:208).
Pembangunan pusat pemerintahan kota yang baru masuk dalam rencana pembangunan Kota Malang yang dikenal dengan Bouwplan. Bouwplan yang dicanangkan ini terdiri dari delapan tahap. Pembangunan kawasan balaikota sebagai pusat pemerintahan Kota Malang masuk dalam tahapan atau Bouwplan II. Bouwplan atau rencana pembangunan Kota Malang tahap II ini diputuskan tanggal 26 April 1922 yang dikenal dengan Gouvernuer-Generaalbuurt. Namun pembangunan tahap II ini baru terealisasikan pada tahun 1922 (Handinoto & Soehargo, 1996:66).
Nama Thomas Karsten muncul sebagai perancang alun-alun bunder yang ketika zaman penjajahan Belanda bernama Coenplein, diambil dari nama gubernur Hindia Belanda pertama Jan Pieterzoen Coen (Widodo, 2006:258). Thomas Karsten merancang taman yang berada di depan kantor pemerintahan Kota Malang haruslah tetap menganut sistem tata kota di Jawa, namun dengan konsep yang disesuaikan dengan Eropa (Basundoro,2009:216). Maka yang terjadi adalah alun-alun bunder sebagai pusat aktifitas masyarakat Eropa.
Alun-alun bunder di malam hari
Desain coenplein atau yang dikenal dengan alun-alun bunder tetap dipertahankan sebagai pusat pemerintah hingga zaman Jepang. Namun pada masa kemerdekaan, alun-alun bunder mengalami perombakan. Perubahan yang terjadi adalah berdirinya tugu sebagai lambang kemerdekaan bangsa Indonesia. Tugu yang dinamakan sebagai tugu kemerdekaan ini dilakukan peletakan batu pertama pada tanggal 17 Agustus 1946, satu tahun setelah kemerdekaan Indonesia (Basundoro, 2009:216).
Pembangunan tugu kemerdekaan di alun-alun bunder terhenti akibat agresi militer Belanda. Aksi militer Belanda mulai merangsek masuk ke dalam Kota Malang pada tanggal 22 Juli 1947 (Kotapraja Malang 50 Tahun, 1964:18). Pada tanggal 23 Desember 1947, tugu kemerdekaan yang menjadi inspirasi perlawanan rakyat Malang dihancurkan oleh Belanda. Hancurnya tugu kemerdekaan merupakan penyulut kemarahan rakyat (Basundoro, 2009:220). Rakyat Malang tidak tinggal diam setelah tugu kemerdekaan mereka dibakar, para pemuda membalasnya dengan membakar seluruh fasilitas milik Belanda termasuk balaikota. Peristiwa yang dikenal dengan “Malang Bumi Hangus” terjadi pada tahun 1948 (Kotapraja Malang 50 tahun, 1964:19). Akibat peristiwa tersebut, kawasan alun-alun bunder mengalami rusak berat. Hingga tahun 1950, setelah keadaan republik kembali normal, pembangunan tugu kemerdekaan dilanjutkan dan diresmikan oleh presiden pertama Republik Indonesia yaitu Soekarno pada tanggal 30 Agustus 950 (Widodo, 2006:258).
Desain alun-alun bunder yang dirancang oleh Thomas Karsten tetap dipertahankan hingga tahun 1950, hanya air mancur yang ada diganti dengan tugu kemerdekaan. Bangunannya menggambarkan enam buah bambu runcing yang berdiri tegak dan terikat menjadi satu (Basundoro, 2009:224). Di dasar tugu terdapat relief yang menggambarkan perjuangan bangsa ini melawan penjajahan. Di sekitar tugu terdapat kolam yang ditumbuhi oleh bungai teratai. Kolam dan bunga teratai ini melambangkan keskralan tempat ini. Hal tersebut juga terdapat di bangunan suci masa kerajaan Hindu-Buddha di Jawa, seperti Candi Singosari, Candi Jawi dan sebagainya.


REFRENSI:
  1. Basundoro. 2009. Dua Kota Tiga Zaman Surabaya Malang Sejak Kolonial Hingga Kemerdekaan. Yogjakarta: Ombak
  2. Handinoto & Soehargo, Paulus H. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial di Malang. Jogja: Andi.
  3. Kota Praja Malang 50 Tahun. 1964. Malang.
  4. Widodo, Dukut I. 2006. Malang Tempo Dulu. Dinas Pariwisata Malang.

Jumat, 28 September 2012

PANTAI BALEKAMBANG BAGAIKAN MENYATUNYA PANTAI NUSA DUA dan TANAH LOT

Bali van east Java

Pantai yang memiliki pesona berupa 3 pulau, seolah membawa pengunjung berada di Pulau Dewata. Adanya Pura Luhur Amertha Jati membuat suasana pantai ini seperti di Bali. Pantai yang tak asing ditelinga masyarakat Jawa Timur terletak di kawasan pesisir selatan Kabupaten Malang. Terletak di Kecamatan Bantur, berjarak sekitar 65 km dari Kota Malang.

Pantai Balekambang memiliki panjang 2 km dan lebar sekitar 200 meter dengan hiasan pasir berwarna putih kecoklatan terang dan karang, membuat pantai ini wajib dikunjungi apabila jalan-jalan ke Malang. Ombak yang tak terlalu deras membuat pantai ini enak untuk dinikmati bersama keluarga. Sunrise menjadi suatu yang perlu ditunggu dapat telihat dari pantai ini. Sunrise dapat dilihat dari pulau Ismoyo. Yang menjadi istimewa pantai ini dari pada pantai lain di Kabupaten Malang adalah tiga pulau kecil yaitu Ismoyo, Anoman, Wisanggeni.

Sunset di Balekambang
Akses menuju pantai Balekambang lebih mudah via Kecamatan Gondang Legi. Jalan yang lebar dan jelas membuat akses melalui kecamatan Gondanglegi lebih mudah. Hingga saat ini akses angkutan umum yang menuju Balekambang tidak tersedia, hanya tersedia hingga di ibu kota kecamatan Bantur yang masih berjarak kurang lebih 16 km. Sehingga hanya dapat menggunakan kendaraan pribadi.

Biaya masuk pantai ini sebesar Rp. 10.000 (sewaktu tulisan ini diakses, tiket segitu) dan parkir sebesar Rp. 2.000. Fasilitas yang ada cukup lengkap, di Pantai Balekambang terdapat Musolla, Kamar Mandi, Pusat informasi, Camping Ground dan parkir yang luas. Pantai ini selalu ramai oleh pengunjung di akhir pekan. baik yang melakukan Camping atau cuman berkunjung.
Pulau Ismoyo

 Mereka yang berkunjung ke Pantai Balekambang, tak pernah melewatkan berphoto di Pura Luhur Amertha Jati yang menjadi andalan pantai ini. Keberadaan pura ini, membuat julukan sebagai replika Tanah Lot-Bali, lekat pada pantai ini. Pura Luhur Amertha Jati diresmikan pada tanggal 1985 yang diresmikan oleh Bupati Malang saat itu yaitu Edi Slamet. Dibangunnya pura ini merupakan fasilitas yang diberikan bagi untuk warga Hindu Jawa Timur. Keberadaan pura ini tak lepas dari peran masyarakat Hindu di Malang.
Pura Luhur Amertha Jati

Pura Luhur Amertha Jati berdiri diatas pulau Ismoyo yang dihubungkan dengan jembatan dari pantai Balekambang. terdapat satu upacara yang cukup menarik dilakukan di pulau ini yaitu upacara Jalanadhipuja.

Kamis, 09 Agustus 2012

MENIKMATI WISATA ALAM TENGGER NGADAS DAN BUDAYA KASADA DI BROMO



Pegunungan Tengger di Provinsi Jawa Timur, terletak pada empat cakupan wilayah kabupaten adalah Probolinggo, Lumajang, Pasuruan dan Malang. Pegunungan Tengger memiliki bentang alam berupa pegunungan terdiri dari gunung Semeru, gunung Batok, gunung Bromo, gunung Widodaren, gunung Kursi yang memberikan keindahan alam yang sangat menarik. Pegunungan Tengger merupakan salah satu gunung purba yang ada di Indonesia. Memiliki tinggi sekitar 4000 mdpl, Gunung Tengger mengalami letusan dahsyat yang kemudian membentuk lima kloni gunung, salah satunya gunung Bromo. Gunung Bromo terletak di kaldera pasir gunung Tengger purba, yang oleh masyarakat sekitar disebut “segoro wedi”. Gunung Bromo merupakan satu dari dua kawah gunung api yang terletak di pegunungan Tengger.

Pegunungan Tengger dan Bromo tidak hanya menyuguhkan bentang alam yang sangat mempesona mata, tetapi juga kekayaan budaya masyarakat penghuninya yang dikenal dengan nama suku “Tengger”. Oleh sebab itulah nama pegunungan ini juga disebut dengan pegunungan Tengger. Keberadaan gunung Bromo sebagai salah satu gunung yang aktif di gugusan pegunungan Tengger, menciptakan suatu kebudayaan yang menghubungkan antara manusia, alam dan sang pencipta. Dalam mitologi Hindu-Jawa, gunung atau “meru” merupakan tempat para dewa dan memiliki kekuatan dasyat. Sebagai wujud rasa syukur terhadap para dewa dan untuk menjaga supaya wilayah yang ditempati terhindar dari bahaya, maka setiap tahun masyarakat suku Tengger melakukan sebuah ritual larung sesajin sebagai wujud syukur terhadap tuhan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat Tengger ini disebut Yadnya Kasada.

Bentang alam pegnungan Tengger via Ngadas

Sejarah Yadnya Kasada berawal dari kisah yang berkembang di masyarakat suku Tengger mengenai Roro Anteng (merupakan putri raja Majapahit) dan Joko Seger (Putra Brahmana). Kisah dimulai ketika dua pasangan ini menikah dan menempati kawasan pegunungan Tengger dengan gelar “Purbowasessa Mangkurat ing Tengger” yang mempunyai arti penguasa Tengger yang budiman. Setelah bertahun-tahun menikah, kedua pasangan tersebut tidak lekas dikarunia anak, sehingga mereka melakukan semedi atau bertapa kepada Sang Hyang Widhi. Ditengah-tengah semedi muncul suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan anak, yang bungsu harus dikorbankan ke kawah gunung Bromo. Pasangan Roro Anteng dan Joko Seger menyanggupi syarat yang diberikan dan kemudian pasangan tersebut dikaruniai 25 anak. Namun naluri orang tua, kasih sayang yang ada membuat pasangan ini lupa akan kewajiban mereka. Sehingga membuat marah dewa dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita dan kawah Gunung Bromo menyemburkan api. 

Kesuma, anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api dan masuk ke kawah Bromo, bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib, "Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tentram, sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-15 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo". Kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Kasada di Pura Luhur Poten dan kawah Gunung Bromo. Sejarah Suku Tengger dan Yadnya Kasada ini dibacakan oleh dukun Tengger pada awal upacara Kasada. Di Balai Desa Ngadisari Kabupaten Probolinggo, cerita asal usul Suku Tengger ini divisualisasikan dalam sendra tari setiap puncak upacara Yadnya Kasada.

sendra tari yang mengisahkan Joko Seger dan Roro Anteng

Sendra tari Joko Seger dan Roro Anteng beserta 25 anaknya

Upacara Kasada diselenggarakan pada bulan Kasada tanggal 15, tepat bulan purnama menurut hitungan penanggalan Tengger. Menurut Nur Hadi, salah seorang dosen jurusan sejarah Universitas Negeri Malang, "upacara Kasada ini sudah dimulai 2 minggu sebelum dilakukannya upacara puncak yang diselenggarakan di kawah gunung Bromo dengan melakukan labuhan sesaji. Prosesi upacara Yadnya Kasada diawali dengan acara medhaktirta (mengambil air suci) di kaki Gunung Widaderan. Kemudian air suci itu dibawa dengan bumbung (bambu) ke Pura Luhur Poten dan melakukan sembahyang bersama makemit (menjaga air suci). Sehari sebelum purnama dilakukan piodalan di Pura Luhur Poten dan persiapan Yadnya Kasada".
Pada tahun 2012, upacara puncak Yadnya Kasada jatuh pada bulan Agustus tanggal 3 malam hingga tanggal 4 dini hari. Pada upacara Yadnya kasada tahun ini, saya tak menyia-nyiakan kesempatan untuk hadir mengikuti upacara yang hanya setahun sekali diselenggarakan. Perjalanan dilakukan dari Kabupaten Malang melalui Kecamatan Tumpang. Dipilihnya jalur ini karena pesona alam yang disuguhkan masih sangat indah. Hamparan gugusan perbukitan dengan ilalang yang begitu tinggi memberikan pemandangan yang menyejukkan mata setelah keluar dari Desa Ngadas, sebuah desa suku Tengger yang masuk dalam wilayah Kabupaten Malang. Masuk ke dalam kaldera pasir, memberikan kesan seolah-olah berada di gurun pasir. 

Tempat yang menjadi tujuan saya adalah Pura Luhur Poten yang berada di bawah kaki gunung Bromo. Sesampainya di Pura Luhur Poten senja menjadi pembatas antara siang dan malam. Tak lama kemudian bulan purnama nampak menyinari malam pada tanggal 15 bulan Kasada. Pada purnama sid inilah puncak dari upacara Yadnya Kasada dilaksanakan. Pura Luhur Poten telah banyak masyarakat suku Tengger yang melakukan sembahyang. Mereka melakukan sembahyang secara individu untuk melaksanakan nadzar dan dibimbing oleh dukun dari desa mereka masing-masing, kemudian melakukan larung saji ke dalam kawah gunung Bromo.

masyarakat yang melakukan sembahyang di Pura Luhur Poten
pengangkatan tamu kehormatan suku Tengger

Pukul 20.00 WIB, acara meriah diselenggarakan di panggung terbuka balai Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo. Tidak mau ketingglan, perjalanan dilanjutkan ke Desa Ngadisari. Rangkaian acara berupa pengangkatan tamu kehormatan suku Tengger, beberapa macam tarian dan sendra tari. Warga kehormatan suku Tengger diberikan kepada para pejabat yang telah memberi jasanya di daerah sekitar suku Tengger. kemudian acara dilanjutkan dengan tarian, ada beberapa tarian yang disajikan antara lain: tari Praben Madura dan tari Bedhaya. Sebagai pamungkas acara di balai desa Ngadisari, disajikan sendra tari yang bercerita mengenai Roro Anteng dan Jaka Seger. Acara di balai Desa Ngadisari berakhir pada tengah malam. 
Setelah rangkaian acara di balai desa Ngadasari selesai, acara dilanjutkan dengan arak-arakan ongkek yang diiringi pawai obor dan tabuhan kendang serta kenong menuju Pura Luhur Poten. Tidak mau ketinggalan dengan acara yang ada di Pura Luhur Poten, saya melakukan perjalanan untuk kembali ke Pura Luhur Poten. 
 Ongkek yang diarak menuju Pura Luhur Poten adalah sesaji dari macam-macam tanaman yang menghasilkan (tandur tuwuh). Tanaman tersebut adalah hasil pertanian warga Tengger, seperti kentang, kubis, dan ketela. Ongkek dibentuk bermacam-macam sesuai kreasi dari masing-masing desa seperti kuda, singa, gunungan dan lain-lain. Ongkek inilah yang kemudian dilabuhkan ke dalam gunung Bromo. Cara penataannya pun ada aturannya, Dua batang pohon pisang lengkap dengan buahnya di bentuk dengan ongkek bambu, disusun mulai dari yang paling bawah berupa pala pendem (hasil bumi seperti ketela, kentang), lalu di atasnya pala kesimpar( kubis , tomat ), kemudian pala gumantung (pisang, nangka, dan sejenisnya). Selain ongkek berupa hasil pertanian, sesaji yang dilarung juga terdapat satu ekor kerbau yang masih utuh namun telah disembelih untuk kemudian juga di larung ke kawah gunung Bromo.
Sesampainya di kaki gunung Bromo, semua ongkek dari desa-desa dikumpulkan dulu di Pura Luhur Poten sebelum di larung ke dalam kawah. Di Pura Luhur Poten, kemudian dilakukan rangkaian acara utama dari Yadnya Kasada. Seluruh dukun dari kawasan Tengger yang berjumlah 35 orang berkumpul di ruang utama Pura Luhur Poten. Prosesi Yadnya Kasada sendiri dimulai sekitar pukul 03.00 WIB dengan susunan acara adalah pembacaan sejarah Kasada, Puja Stuti Dukun, Mulunen atau pengukuhan dukun baru. Dukun dalam komunitas masyarakat Tengger memang mempunyai kedudukan tinggi.

Ongkek
Sesaji berupa kerbau utuh
ongkek berupa gunungan

Acara utama Yadnya Kasada dibuka dengan pembacaan sejarah Kasada yang bercerita tentang kisah Joko Seger dan Roro Anteng yang dibacakan oleh dukun yang telah ditunjuk sebelumnya. Acara selanjutnya adalah pembacaan puja stuti dukun yang dilakukan secara serempak oleh seluruh dukun dari setiap desa yang berada di kawasan suku Tengger.
Pada upacara Yadnya Kasada tahun 2012 ini, terdapat 5 dukun yang diresmikan menjadi dukun dari seluruh desa suku Tengger. Peresmian dukun baru ini dipimpin oleh dukun tiga dukun sepuh dari seluruh dukun yang ada. Pada saat pengangkatan dukun baru, keluarga para dukun mendapatkan kehormatan khusus untuk menempati ruang utama Pura Luhur Poten. Satu-satu dukun dipanggil untuk membacakan mantra dalam bahasa Jawa Kuno di panggung dalam ruang utama Pura Luhur Poten.para dukun baru ini menjadi dukun di desa asal masing-masing desa. 

Setelah pengukuhan dukun, acara kemudian ditutup dengan melayani umat yang mempunyai nadzar di Pura Luhur Poten. Kemudian disusul dengan arakan ongkek yang telah disiapkan untuk dilabuh ke dalam kawah Gunung Bromo. Sesaji dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Penduduk yang melempar sesaji berbagai macam buah-buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Seluruh rangkaian upacara Seluruh rangkaian upacara Yadnya Kasada tahun 2012, berakhir beberapa saat sebelum matahari terbit. 

para dukun adat setiap desa berkumpul di Pura Luhur Poten
upacara menjelang ujian dukun
Arak-arakan ongkek yang diiringi kendang dan terompet menuju kawah

Minggu, 22 Juli 2012

PESONA AIR HANGAT CANGAR DI LERENG ARJUNO-WELIRANG

Kolam pemandian Air hangat Cangar
Kota Wisata Batu memiliki banyak pesona wisata yang harus dikunjungi jika berada di Jawa Timur. Salah satu pesona alam yang memanjakan tubuh kita untuk berwisata adalah pemandian air hangat Cangar. pemandian air hangat Cangar terletak di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur.

Pemandian air hangat Cangar termasuk dalam kawasan Taman Hutan Raya Raden Suryo. Berjarak 18km dari pusat Kota Batu dan membutuhkan waktu tempuh 1-1 1/2 jam dari Pusat Kota Batu.

 Pemandian air hangat cangar memiliki pesona alam yang menakjubkan, mulai dari pemandangan berupa hamparan hutan dan bukit, ladang terasiring khas pegunungan, udara sejuk yang berkisar 30-40 derajat celcius diwaktu siang, kolam pemandian air hangat, bumi perkemahan, Jogging area, goa Jepang dan makanan-minuman dari ketan hitam. Tiket masuk pemandian air hangat Cangar sebesar Rp. 5000,-. 


Keberadaan pemandian air hangat di lereng Gunung Arjuno-Welirang, menyuguhkan pesona khas pegunungan. Sambutan hutan cemara diselingi oleh ladang terasiring dengan tanaman berupa sayuran pendudk menghiasi selama perjalanan. Suasana hijau lereng gunung Arjuno dan Welirang memanjakan mata. Memasuki kawasan pemandian air hangat Cangar disambut oleh tulisan "selama datang di Taman Hutan Raya Raden Surya". Pemandian air hangat Cangar berada di lembahan kaki gunung arjuno yang air-nya berasal dari gunung welirang. Gunung Welirang memiliki dapur magma sama dengan gunung Arjuno yang merupakan gunung api kuno non-aktif, sehingga sumber air panas Cangar yang mengandung belerang berasal dari gunung Arjuno-Welirang yang merupakan salah satu gunung api di Pulau Jawa. Lembahan yang cukup luas, berada agak turun dari permukaan jalan raya, memiliki kawasan bumi perkemahan yang enak untuk bersantai dengan keluarga. 


jalan menuju ke pemandian air hangat cangar
tempat bersantai keluarga disebelah kolam pemandian

Fasilitas jogging area memasuki hutan yang mengelilingi pemandian. Pemandian air hangat Cangar memiliki 6 kolam pemandian yang masing-masing 2 kolam untuk berenang dengan kedalaman yang berbeda setiap kolam dan 4 kolam untuk bersantai dengan tingkat panas yang berbeda. Bagi pengunjung yang tidak bisa berenang, terdapat fasilitas ban dalam yangg disewakan seharga Rp.3000,-. Selain itu, persewaan pakaian untuk berenang juga disewakan. Ada satu kuliner yang perlu dicoba ketika mengunjungi Cangar yaitu ketan hitam dan airnya yang dinamakan badeg. Badeg merupakan air dari fregmentasi tape dari beras ketan hitam. Ketan hitam ini dapat ditebus seharga Rp.2500,- dan badeg dapat ditebus seharga Rp. 2000,- untuk 600ml dan Rp. 5000 untuk 1 liter.


 Dikawasan wisata air hangat cangar bisa didapati wisata sejarah berupa goa Jepang. Menurut cerita, goa Jepang merupakan tempat pertahanan tentara Jepang ketika perang dunia ke II. Pada masa pendudukan Jepang, di Indonesia banyak sekali dibuat goa-goa dan bunker-bunker untuk pertahanan tentara Jepang. Demikianlah panduan menuju pemandian air hangat Cangar. semoga anda menikmati wisata anda di Malang raya.
kolam pemandian

Minggu, 10 Juni 2012

MENJELAJAH KAWASAN MALANG TEMPO DULU MELALUI MALANG KEMBALI VII


Malang akhir bulan April 2012 diramaikan oleh festival Malang kembali VII. Festival yang dicetuskan oleh Dwi Cahyono pemilik restoran Inggil dimulai sejak tahun 2005. Setiap tahun festival ini selalu disambut antusias yang sangat besar oleh masyarakat Malang, bahkan juga dari luar kota Malang. Festival Malang Kembali diselenggarakan di jalan besar Ijen yang berada di pusat Kota Malang.

Malang kembali tahun 2012 memasuki tahun ke-7 dengan tema Heritage Word Site menampilkan keadaan di Kota Malang abad 20 dengan kampung-kampung yang menghiasi kota ketika itu. Jalan Ijen disulap menjadi suatu kawasan dengan konsep Malang awal abad 20 membawa para pengunjung kembali pada awal abad 20. Kawasan-kawasan berupa kampung disuguhkan dalam stand pada festival Malang Kembali VII. kampung-kampung tersebut meliputi Kampung Kayu Tangan, Kampung Pecinan, Concordia, Kampung Kauman dan Kampung Ijen Ledok.

Kawasan Kayu Tangan merupakan kawasan perdagangan di Kota Malang pada awal abad 20. Nama Kayu Tangan sendiri diambil dari pohon dengan dahan yang berbentuk tangan. Pada Malang kembali VII, kawasan Kampung Kayu Tangan Berisi tentang sejarah Kayu Tangan, sejarah bouwplan (pembangunan) Malang, sejarah Bupati-bupati, sejarah benteng yang semuanya itu tertuang pada galeri di Banner besar. Selain itu Kampung Kayu tangan juga menyajikan sejarah topeng malangn yang terletak di galeri topeng malangan dari para seniman di kawasan kampung Kayu Tangan, serta sejarah bioskop dan iklan melalui pemutaran layar tancep dengan mesin pemutar kunonya.

Galeri topeng malangan

Galeri photo yang menggambarkan sejarah kawasan Kayu tangan
Pada Malang kembali VII, juga menampilkan Kampung Pecinan dengan gerbangnya yang kokoh berdiri. Kampung Pecianan menampilkan sejarah Pasar Besar, sejarah Pecinan, Sejarah Nama Jalan, sejarah klenteng dan sejarah masuknya Belanda di Kota Malang dalam galeri photo yang terdapat pada banner besar. stand kampung Pecinan terdapat aneka pernak-pernik seperti baju orang Cina yang dijual. Kawasan Pecinan Kota Malang terletak di daerah sekitar klenteng En Ang Kiong yang tidak jauh letaknya dari Pasar Besar Malang. 


Banner bergambar pintu masuk Pecinan Malang

museum bioskop dengan menampilkan film bioskop dahulu.


galeri photo kawasan Pecinan yang menyuguhkan sejarah Pecinan

Concordia merupakan gedung yang dahulu terletak di sebelah timur alun-alun Malang. Gedung ini pertama kali digunakan sebagai rumah dinas Bupati Malang, namun kemudian beralih fungsi menjadi gedung Societit tempat rapat dewan kota praja. pada paruh awal abad 20 gedung ini berubah fungsi sebagai tempat rekreasi bagi warga Eropa karena letaknya yang strategis di kawasan bioskop dan pembelajaan. Festival Malang kembali VII menampilkan replika dari gedung concordia yang telah kokoh berdiri dipusat dari festivasl Malang Kembali VII. Replika gedung concordia didalamnya terdapat museum pendidikan dengan nama sekolah si Budi. Pada dinding dan dalam gedung concordia terdapat jua galeri photo tentang sejarah wali kota, sejarah Lambang Malang, sejarah nama Kota Malang, sejarah KNIP, dan sejarah Tugu Malang.

replika gedung concordia

museum pendidikan sekolah si Budi




Museum sekolah si Budi

Timur gedung Concordia terdapat Kampung Kauman yang merupakan kawasan tempat tinggal bagi orang-orang Arab dan pengurus keagamaann Islam Malang. keberadaan masjid jami' Kota Malang menjadi penegasan bahwa kawasan ini erat hubungannya dengan Islam. Oleh karena itu di Malang Kembali VII menyajikan kawasan Kampung Kauman ini  bernuansa Islami dengan keberadaan pangggung yang diisi dengan acara bernuansa Islami seperti sholawat, banjari dan lain-lain. background panggung sendiri menggunakan photo masjid jami' awal abad 20 menambah nuansa Islami

Kampung ke lima yang ditampilkan pada gelaran Malang kembali VII adalah Kampung Klojen Ledok. kampung Klojen pada Malang Kembali VII menyajikan pannggung dengan berbagai penampilan seperti: gending jawa, operet blero dengan lakon Ken Arok, sendon guyon-Setyo Budoyo Bunulrejo-Malang, wayang golek lakon Aryapenangsang, workshop tari topeng, wayang suluh lakon kapan Indonesia merdeka dan wayang purwo kolaborasi lakon Pandowo mulyo.

Penampilan kentrung Blero pada panggung Kampung Klojen

panggung di Kampung Klojen

Selain panggung yang terletak di Kampung Klojen, pada gelaran Malang Kembali VII terdapat panggung utama yaitu di Pendopo Agung. Pendopo Agung merupakan panggung utama dimana acara-acara utama disuguhkan serta pengunjung VIP seperti Wali Kota dan para pejabat Kota Malang berada. Acara-acara seperti wayang Topeng Malang,  tari topeng, tari kreasi, ludruk, wayang kuit malangan dan lain-lain mengisi panggung ini. Panggung Pendopo Agung menjadi panggung yang terbesar di gelaran Malang Kembali VII. sepanjang Jalan Besar Ijen terdapat 5 panggung yang mnghibur para pengunjung. Selain panggung di Kampung Klojen dan Pendopo agung, panggung seperti panggung JTV Malang, panggung Koes Plus dan panggung lawak RRI yang juga dsiarkan secara langsung oleh RRI Malang turut menghibur pengunjung Malang Kembali VII.

panggung Pendopo Agung
Kampung yang terakhir dalam gelaran Malang Kembali VII adalah Kampung Keramik Dinoyo yang dipersembahkan oleh KADIN malang sebagai upaya mengenalkan hasil home industri keramik. Sentra pembuatan keramik. yang lestari hingga saat ini telah ada sejak jauh berabad-abad dahulu, yaitu ketika masa megalitikum yang telah menjadi sentra penghasil gerabah. Sehingga KADIN Malang berusaha memperkenalkan kepada masyarakat tentang hasil produksi keramik Dinoyo yang telah turun-temurun.

Selain kampung-kampung yang ditampilkan pada Malang Kembali VII, juga terdapat kios-kios yang diatur dalam pasar-pasar seperti pasar pon, pasar pahing, pasar kliwon, pasar wage dan pasar legi. Panitia membedakan nama pasar untuk mengelompokan jenis dagangan yang ada di festival Malang Kembali VII agar lebih teratur. Kios penjual kerajinan diletakkan jadi satu pada pasar pon, kemudian kios batik dikumpulkan pada pasar pahing, dan pasar kliwon diperuntukkan bagi kios barang antik dan unik. Sedangkan pasar legi dan pasar wage peruntukkan bagi penjual makanan.

Pasar wage


pasar pahing


Pasar Kliwon

Beberapa lembaga dan perusahaan juga turut berpartisipasi dalam gelaran Malang Kembali VII seperti: UNISMA yang mengeluarkan stand klinik dokter Jawa Stovia, kebun raya, Bank Indonesia dengan museum BI, museum House of Sampoerna dan Taman Safari Indonesia. Mereka ikut memeriahkan gelaran Malang Kembali. Tidak hanya lembaga dan perusahaan saja, para komunitas-komunitas seperi mobil kuno, sepeda antik dan motor kun ikut memeriahkan acara dengan mengelurkan koleksi mereka.

kounitas lain seperi komunitas perkusi, suporter malang dan lain-lain juga ikut mengeluarkan kemampuan merekamenghibur dalam gelaran Malang Kembali VII. masyarakat sendiri yang hadir juga ikut berpartisipasI dengan berdandan ala tempo dulu. selama gelaran yang berlangsung selama 4 hari ini, jalan ijen dibanjiri lautan manusia.

mobil koleksi komunitas mobil kuno
para komunitas sepeda ontel


komunitas perkusi mencoba menghibur pengunjung

Jumat, 18 Mei 2012

UPACARA PETIK LAUT SENDANG BIRU

Pantai Sendang Biru
Pantai Sendang Biru berada di pesisir selatan Kabupaten Malang, tepatnya di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Pantai Sendang Biru berjarak sekitar 69 km dari kota Malang dan 150 km dari ibu kota Provinsi Jawa Timur yaitu Surabaya.

Pantai Sendang Biru dapat di tempuh dengan perjalanan darat dari Kota Malang. Terdapat dua jalur untuk menuju wilayah Pantai Sendang Biru yaitu,
- Malang-Gadang-Bululawang-Turen-Sumbermanjing Wetan-Sendang Biru
- Malang-Kepanjen-Gondang Legi-Turen-Sumbermanjing Wetan-Sendang Biru

Pantai Sendang Biru memiliki keanekaragaman hasil laut di Kabupaten Malang. Sehingga Pantai Sendang Biru merupakan tempat berlabuhnya perahu para nelayan dari berbagai pulau di Nusantara seperti Jawa, Madura, Sulawesi, Lombok dan Kalimantan. Ramainya Pantai Sendang Biru bagi nelayan dibangunlah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) da  pelabuhan tempat singgah kapal-kapal yang merupakan satu-satunya di Kabupaten Malang.

Sebagai wujud dari syukur masyarakat Dusun Sendang Biru terhadap hasil alam yang telah didapat dilakukan upacara petik laut sebagai wujud syukur terhadap penguasa laut Selatan Jawa yaitu Nyi Loro Kidul. Upacara larung sajen atau lebih dikenal sebagai upacara petik laut merupakan upacara bersih desa yang dilakukan oleh masyarakat dusun Sendang Biru sebagai wujud rasa syukur.

Upacara petik laut di Pantai Sendang Biru dilaksanakan setiap bulan September. Upacara petik laut dilaksanakan dalam satu minggu dengan berbagai acara. Berbagai acara tersebut mulai dari wayang, barongsai dan lain-lain. Pada hari terakhir di minggu tersebut diselenggarakan petik laut berupa larung sajen di laut selatan. Dalam pelaksanaan upacara petik laut dilaksanakan pada siang hari dengan berbagai hasil bumi, terdapat tumpeng besar dengan nasi berwarna kuning, kemudian terdapat hasil bumi yang lain seperti, ayam, telur, hasil laut dan lain-lain. Seluruh hasil bumi tersebut ditaruh diatas perahu kecil atau perahu mayang.
sesajen hasil bumi yang akan diangkut ke kapal yang lebih besar
Nyai loro Kidul yang diperankan oleh remaja putri saat diring ke TPI


Upacara petik laut di Sendang Biru bertujuan sebagai wujud syukur dari hasil bumi. Pada upacara tersebut juga diakui keberadaan Nyai Loro Kidul sebagai penguasa laut Selatan.  Dalam upacara tersebut juga terdapat pasangan pernikahan yang memakai adat Jawa lengkap dengan danyang yang berada dipinggir mempelainya.

Upacara petik laut dibuka oleh bapak bupati Malang sebelum semuanya hasil bumi di larung di tengah laut. tarian anak berusia 7-10 tahun diuguhkan sebagai pembuka acara. Setelah dibuka oleh Bupati Malang, arak-arakan Nyai Loro kidul yang didahului oleh barongsai dan diikuti oleh Nyai loro kidul yang diperankan oleh gadis remaja menaiki kereta dengan sayap burung dipinggirnya, kemudian tumpeng nasi kuning besar dan hasil bumi lainnya ke dalam pelabuhan tempat pelelangan ikan. Setelah itu upacara dilepas oleh Bupati Malang yang kemudian seluruh perangkat upacara tersebut ke kapal besar untuk dibawa ke tengah laut. Seluruh hasil bumi, termasuk tumpeng di hanyutkan ditengah laut, lepas selat P.Sempu.
perangkat upacara seperti barongsai, pasangan manten dan pemeran Nyai loro kidul naik kapal untuk larung sajen
tumpeng raksasa sebagai simbol larung sajen di laut selatan yang kemudian diikuti oleh hasil bumi yang lain


Setelah upacara larung saji, seluruh kapal merapat kembali ke pelabuhan. Di pelabuhan hidangan hasil laut sudah tersedia untuk disantap bersama-sama. Begitulah rangkaian upacara petik laut yang berada di pantai Sendang Biru sebagai wujud syukur hasil bumi serta mengakui keberadaan Nyi Loro Kidul.