Pegunungan Tengger di Provinsi Jawa Timur, terletak pada empat cakupan wilayah kabupaten adalah Probolinggo, Lumajang, Pasuruan dan Malang. Pegunungan Tengger memiliki bentang alam berupa pegunungan terdiri dari gunung Semeru, gunung Batok, gunung Bromo, gunung Widodaren, gunung Kursi yang memberikan keindahan alam yang sangat menarik. Pegunungan Tengger merupakan salah satu gunung purba yang ada di Indonesia. Memiliki tinggi sekitar 4000 mdpl, Gunung Tengger mengalami letusan dahsyat yang kemudian membentuk lima kloni gunung, salah satunya gunung Bromo. Gunung Bromo terletak di kaldera pasir gunung Tengger purba, yang oleh masyarakat sekitar disebut “segoro wedi”. Gunung Bromo merupakan satu dari dua kawah gunung api yang terletak di pegunungan Tengger.
Pegunungan Tengger dan Bromo tidak hanya menyuguhkan bentang alam yang sangat mempesona mata, tetapi juga kekayaan budaya masyarakat penghuninya yang dikenal dengan nama suku “Tengger”. Oleh sebab itulah nama pegunungan ini juga disebut dengan pegunungan Tengger. Keberadaan gunung Bromo sebagai salah satu gunung yang aktif di gugusan pegunungan Tengger, menciptakan suatu kebudayaan yang menghubungkan antara manusia, alam dan sang pencipta. Dalam mitologi Hindu-Jawa, gunung atau “meru” merupakan tempat para dewa dan memiliki kekuatan dasyat. Sebagai wujud rasa syukur terhadap para dewa dan untuk menjaga supaya wilayah yang ditempati terhindar dari bahaya, maka setiap tahun masyarakat suku Tengger melakukan sebuah ritual larung sesajin sebagai wujud syukur terhadap tuhan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat Tengger ini disebut Yadnya Kasada.
Bentang alam pegnungan Tengger via Ngadas |
Sejarah Yadnya Kasada berawal dari kisah yang berkembang di masyarakat suku Tengger mengenai Roro Anteng (merupakan putri raja Majapahit) dan Joko Seger (Putra Brahmana). Kisah dimulai ketika dua pasangan ini menikah dan menempati kawasan pegunungan Tengger dengan gelar “Purbowasessa Mangkurat ing Tengger” yang mempunyai arti penguasa Tengger yang budiman. Setelah bertahun-tahun menikah, kedua pasangan tersebut tidak lekas dikarunia anak, sehingga mereka melakukan semedi atau bertapa kepada Sang Hyang Widhi. Ditengah-tengah semedi muncul suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan anak, yang bungsu harus dikorbankan ke kawah gunung Bromo. Pasangan Roro Anteng dan Joko Seger menyanggupi syarat yang diberikan dan kemudian pasangan tersebut dikaruniai 25 anak. Namun naluri orang tua, kasih sayang yang ada membuat pasangan ini lupa akan kewajiban mereka. Sehingga membuat marah dewa dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita dan kawah Gunung Bromo menyemburkan api.
Kesuma, anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api dan masuk ke kawah Bromo, bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib, "Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tentram, sembahlah Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-15 mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo". Kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Kasada di Pura Luhur Poten dan kawah Gunung Bromo. Sejarah Suku Tengger dan Yadnya Kasada ini dibacakan oleh dukun Tengger pada awal upacara Kasada. Di Balai Desa Ngadisari Kabupaten Probolinggo, cerita asal usul Suku Tengger ini divisualisasikan dalam sendra tari setiap puncak upacara Yadnya Kasada.
sendra tari yang mengisahkan Joko Seger dan Roro Anteng |
Sendra tari Joko Seger dan Roro Anteng beserta 25 anaknya |
Upacara Kasada diselenggarakan pada bulan Kasada tanggal 15, tepat bulan purnama menurut hitungan penanggalan Tengger. Menurut Nur Hadi, salah seorang dosen jurusan sejarah Universitas Negeri Malang, "upacara Kasada ini sudah dimulai 2 minggu sebelum dilakukannya upacara puncak yang diselenggarakan di kawah gunung Bromo dengan melakukan labuhan sesaji. Prosesi upacara Yadnya Kasada diawali dengan acara medhaktirta (mengambil air suci) di kaki Gunung Widaderan. Kemudian air suci itu dibawa dengan bumbung (bambu) ke Pura Luhur Poten dan melakukan sembahyang bersama makemit (menjaga air suci). Sehari sebelum purnama dilakukan piodalan di Pura Luhur Poten dan persiapan Yadnya Kasada".
Pada tahun 2012, upacara puncak Yadnya Kasada jatuh pada bulan Agustus tanggal 3 malam hingga tanggal 4 dini hari. Pada upacara Yadnya kasada tahun ini, saya tak menyia-nyiakan kesempatan untuk hadir mengikuti upacara yang hanya setahun sekali diselenggarakan. Perjalanan dilakukan dari Kabupaten Malang melalui Kecamatan Tumpang. Dipilihnya jalur ini karena pesona alam yang disuguhkan masih sangat indah. Hamparan gugusan perbukitan dengan ilalang yang begitu tinggi memberikan pemandangan yang menyejukkan mata setelah keluar dari Desa Ngadas, sebuah desa suku Tengger yang masuk dalam wilayah Kabupaten Malang. Masuk ke dalam kaldera pasir, memberikan kesan seolah-olah berada di gurun pasir.
Tempat yang menjadi tujuan saya adalah Pura Luhur Poten yang berada di bawah kaki gunung Bromo. Sesampainya di Pura Luhur Poten senja menjadi pembatas antara siang dan malam. Tak lama kemudian bulan purnama nampak menyinari malam pada tanggal 15 bulan Kasada. Pada purnama sid inilah puncak dari upacara Yadnya Kasada dilaksanakan. Pura Luhur Poten telah banyak masyarakat suku Tengger yang melakukan sembahyang. Mereka melakukan sembahyang secara individu untuk melaksanakan nadzar dan dibimbing oleh dukun dari desa mereka masing-masing, kemudian melakukan larung saji ke dalam kawah gunung Bromo.
masyarakat yang melakukan sembahyang di Pura Luhur Poten |
pengangkatan tamu kehormatan suku Tengger |
Pukul 20.00 WIB, acara meriah diselenggarakan di panggung terbuka balai Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo. Tidak mau ketingglan, perjalanan dilanjutkan ke Desa Ngadisari. Rangkaian acara berupa pengangkatan tamu kehormatan suku Tengger, beberapa macam tarian dan sendra tari. Warga kehormatan suku Tengger diberikan kepada para pejabat yang telah memberi jasanya di daerah sekitar suku Tengger. kemudian acara dilanjutkan dengan tarian, ada beberapa tarian yang disajikan antara lain: tari Praben Madura dan tari Bedhaya. Sebagai pamungkas acara di balai desa Ngadisari, disajikan sendra tari yang bercerita mengenai Roro Anteng dan Jaka Seger. Acara di balai Desa Ngadisari berakhir pada tengah malam.
Setelah rangkaian acara di balai desa Ngadasari selesai, acara dilanjutkan dengan arak-arakan ongkek yang diiringi pawai obor dan tabuhan kendang serta kenong menuju Pura Luhur Poten. Tidak mau ketinggalan dengan acara yang ada di Pura Luhur Poten, saya melakukan perjalanan untuk kembali ke Pura Luhur Poten.
Ongkek yang diarak menuju Pura Luhur Poten adalah sesaji dari macam-macam tanaman yang menghasilkan (tandur tuwuh). Tanaman tersebut adalah hasil pertanian warga Tengger, seperti kentang, kubis, dan ketela. Ongkek dibentuk bermacam-macam sesuai kreasi dari masing-masing desa seperti kuda, singa, gunungan dan lain-lain. Ongkek inilah yang kemudian dilabuhkan ke dalam gunung Bromo. Cara penataannya pun ada aturannya, Dua batang pohon pisang lengkap dengan buahnya di bentuk dengan ongkek bambu, disusun mulai dari yang paling bawah berupa pala pendem (hasil bumi seperti ketela, kentang), lalu di atasnya pala kesimpar( kubis , tomat ), kemudian pala gumantung (pisang, nangka, dan sejenisnya). Selain ongkek berupa hasil pertanian, sesaji yang dilarung juga terdapat satu ekor kerbau yang masih utuh namun telah disembelih untuk kemudian juga di larung ke kawah gunung Bromo.
Sesampainya di kaki gunung Bromo, semua ongkek dari desa-desa dikumpulkan dulu di Pura Luhur Poten sebelum di larung ke dalam kawah. Di Pura Luhur Poten, kemudian dilakukan rangkaian acara utama dari Yadnya Kasada. Seluruh dukun dari kawasan Tengger yang berjumlah 35 orang berkumpul di ruang utama Pura Luhur Poten. Prosesi Yadnya Kasada sendiri dimulai sekitar pukul 03.00 WIB dengan susunan acara adalah pembacaan sejarah Kasada, Puja Stuti Dukun, Mulunen atau pengukuhan dukun baru. Dukun dalam komunitas masyarakat Tengger memang mempunyai kedudukan tinggi.
Ongkek |
Acara utama Yadnya Kasada dibuka dengan pembacaan sejarah Kasada yang bercerita tentang kisah Joko Seger dan Roro Anteng yang dibacakan oleh dukun yang telah ditunjuk sebelumnya. Acara selanjutnya adalah pembacaan puja stuti dukun yang dilakukan secara serempak oleh seluruh dukun dari setiap desa yang berada di kawasan suku Tengger.
Pada upacara Yadnya Kasada tahun 2012 ini, terdapat 5 dukun yang diresmikan menjadi dukun dari seluruh desa suku Tengger. Peresmian dukun baru ini dipimpin oleh dukun tiga dukun sepuh dari seluruh dukun yang ada. Pada saat pengangkatan dukun baru, keluarga para dukun mendapatkan kehormatan khusus untuk menempati ruang utama Pura Luhur Poten. Satu-satu dukun dipanggil untuk membacakan mantra dalam bahasa Jawa Kuno di panggung dalam ruang utama Pura Luhur Poten.para dukun baru ini menjadi dukun di desa asal masing-masing desa.
Setelah pengukuhan dukun, acara kemudian ditutup dengan melayani umat yang mempunyai nadzar di Pura Luhur Poten. Kemudian disusul dengan arakan ongkek yang telah disiapkan untuk dilabuh ke dalam kawah Gunung Bromo. Sesaji dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Penduduk yang melempar sesaji berbagai macam buah-buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Seluruh rangkaian upacara Seluruh rangkaian upacara Yadnya Kasada tahun 2012, berakhir beberapa saat sebelum matahari terbit.