Rabu, 17 Desember 2014

BOWELE: GUGUSAN PANTAI DI PERBATASAN YANG MEMPESONA

         Bowele merupakan singkatan tiga pantai yaitu BOlu-bolu, WEdi awu. LEnggoksono. Sebenarnya dikawasan ini terdapat pantai yang mempesoan juga seperti Pantai Licin dan Pantai Banyu Anjlok. Pantai yang terletak di desa Purwodadi kecamatan Tirtoyudo ini bisa ditempu sekitar 3 jam perjalanan dari Kota Malang. Kecamatan Tirtoyudo merupakan kecamatan yang dekat dengan kabupaten Lumajang. Antara kecamatan Dampit dengan Kecamatan Ampelgading.
         Perjalanan menuju ke Bowele sangat mempesona. jalanan yang berliku dan melewati perbukitan ketika sudah masuk kecamatan Tirtoyudo menyajikan pemandangan yang sejuk. Mendekati bowele akan terlihat jelas dari atas jalan yang melalui bukit pemandangan gugusan pantai ini yang berbentuk teluk. Setelah melewati  perbukitan, traveller akan melalui jalanan menurun dan menemukan pertigaan antara pantai Sipelot dengan pantai Lenggoksono. Jika meneruskan perjalanan, makan traveleer akan menemukan pertigaan kembali antara pantai Wedi awu dengan pantai Lenggoksono.
         Pantai Wedi awu menyuguhkan pasir putih dengan beberapa kapal nelayan yang berada di bibir pantai. Disini traveller bisa mendirikan tenda untuk camping. Terdapat juga medan untuk offroad atau motor trail. Setelah puas dengan menikmati pantai Wedi awu, traveller bisa melanjutkan ke Pantai Lenggoksono. Jarak antara Wedi awu dengan pantai Lenggoksono sekitar 30 menit.

pantai lenggoksono
         Pantai Lenggoksono berada di dekat perkampungan nelayan, sehingga jalanan yang akan ditemui akan lumayan bagus. Pantai ini memiliki keindahan berupa pasir pantai bercampur dengan batuan. Di pantai Lenggoksono ini, traveller bisa menyewa perahu jungjung untuk berkeliling ke Pantai air terjun Banyu anjlok dan Bolu-bolu, serta berwisata snorkling. Pantai ini memiliki fasilitas campground serta kamar mandi yang telah dikelola oleh warga. Fasilitas berupa persewaan alat snorkle dan life jaket juga tersedia disini. Namun sayang, untuk camera under sea belum tersedia disini. Dari pantai Lenggoksono, pengunjung akan bisa melanjutkan menuju Pantai Banyu anjlok.
pemandangan dari atas bukit
        Pantai Banyu anjlok ini bisa ditempuh dengan jalan kaki atau naik motor atau menyewa perahu. Akses jalan menuju pantai ini kecil, hanya cukup dilewati satu motor. Jalanan yang naik dan turun curam serta berada diatas tebing, membuat pengendara motor harus ekstra hati-hati. Lumayan jauh jika ditempuh dengan jalan kaki, Pantai Air terjun Banyu anjlok ini bisa ditempuh sekitar 1,5 jam. Tidak begitu disarankan mengendarai motor apabila baru pertama kali mengunjunginya. Perjalanan menuju pantai ini akan disuguhkan dengan pemandangan yang menawan, yaitu pantai Lenggoksono dilihat dari atas tebing. Sesampainya di pantai ini, traveller akan disuguhkan aliran air terjun yang berair tawar. Akses untuk turun menuju pantai ini hanya satu jika melewati jalur darat, yaitu melewati air terjun yang memiliki tinggi kurang lebih 7 meter ini.
Air terjun banyu anjlok
     

         Dari Panti Air terjun Banyu anjlok, jika traveller ingin melanjutkan menuju ke Pantai Bolu-bolu lebih disarankan untuk menyewa perahu jungjung  yang telah disediakan di Pantai Lenggoksono. Perjalanan akan terasa sangat jauh karena aksesnya yang masih sulit. Namun perahu yang disewakan akan beroperasi jika ombak tidak terlalu tinggi, kesalamatan menjadi prioritas. Didepan bagian pantai ini terhampar karang seluas kurang lebih 2 hektar dan memiliki perairan yang tenang, cocok untuk kegiatan snorkling. Namun ketika melakukan kegiatan snorkle, yang perlu diwaspadai adalah ubur-ubur. Pastikan bahwa saat traveller berkunjung dan ingin snorkle tidak pada musim ubur-ubur.
      Lupakan sejenak Pulau Sempu, karna masih banyak pantai lain di Kabupaten Malang yang eksotis.

Rabu, 23 Juli 2014

TARI TOPENG MALANG YANG MULAI TERGERUS ZAMAN

Malang merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki cukup banyak warisan sejarah, salah satunya adalah kesenian sendra tari wayang topeng. Seperti halnya di daerah lain, wayang topeng malangan merupakan pertunjukan sendra tari dengan pelaku-pelaku bertopeng dan diiringi oleh gamelan. Dalam pertunjukannya sebagian besar bercerita tentang Panji. Murgiyanto & Munardi (1979/1980:16) menyatakan bahwa wayang topeng Malang menunjukkan ciri-ciri sub kultur Jawa Timuran. Dari gaya tari, dialog, tata busana, gending-gending pengiring dan bahkan dalam embat gamelan pelognya yang berlaras “sendaren” atau “sundari”. Murgiyanto (1982/1983:54) juga menjelaskan bahwa di daerah Malang dan Madura, wayang topeng memiliki penutup kepala (irah-irahan) yang dibuat mirip busana kepala wayang wong Jawa, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Barat penari topeng mengenakan tekes atau sobrah, yaitu busana kepala khas topeng yang terbuat dari rambut berbentuk pipih melintang di bagian atasnya dengan hiasan untaian bunga panjang yang tergantung di bagian kiri dan kanan di atas telinga.
Adapun yang pembeda yang sekaligus menjadi ciri khas sebagai wayang topeng Malangan adalah pada embrio atau awal munculnya kesenian ini. Berdasarkan penuturan Ki Soleh Adi Pramono seorang seniman wayang topeng pada Padepokan Mangun Dharma di Tumpang, menyebutkan bahwa topeng telah dikenal sejak zaman kerajaan Kanjuruhan di bawah Raja Gajayana (760 M) di Malang. Topeng awalnya merupakan simbol atau pemujaan raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Simha. Berawal dari upacara pemujaan arwah yang bersifat magis-religius ini, kemudian berkembang menjadi kesenian rakyat. Pada masa kepemimpinan Wisnuwardhana di Singhasari, topeng digunakan pada drama tari wayang wwang dengan menampilkan cerita Ramayana dan Mahabarata. Namun, terjadi perubahan ketika masa Kertanegara (1190-1214 Saka atau 1268-1298 M) yang ingin mengangkat kisah-kisah dari leluhur kerajaan di Jawa Timur sendiri, hingga tercipta lakon Panji pada pertunjukan wayang topeng dan dikenal hingga ke luar nusantara. Kesenian ini kemudian berkembang pesat pada masa Majapahit, serta masa penyebaran Islam oleh para wali.
Pada masa-masa kerajaan, kesenian wayang topeng hanya berperan sebagai kesenian yang dikhususkan bagi kalangan kerajaan saja. perkembangannya kesenian ini menjadi kesenian tradisional rakyat. Meredupnya peran keraton dalam masyarakat yang digantikan sistem penjajahan Belanda, menyebabkan terjadinya perubahan pada tatanan masyarakat, termasuk hidup matinya kesenian tradisional yang dikembangkan oleh keraton. Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian ini kemudian dikembangkan kembali oleh tokoh bernama Mbah Reni dari Polowijen. Melalui Mbah Reni dan murid-murid inilah kemudian kesenian wayang topeng mulai menyebar ke berbagai wilayah di bagian timur seperti Jabung dan Tumpang, serta bagian selatan seperti Kedungmonggo dan Sumberpucung. Hal tersebut terdapat dalam data warisan budaya tak benda kabupaten Malang tahun 2010.
Tari Topeng Malangan berkembang pesat pada era 1950-1960. Kebijakan pemerintah yang menekan arus masuk budaya barat, membuat kesenian tradisional muncul dan bersinar. Itensitas pertunjukan dan antusias masyarakat dalam pertunjukan semakin meningkat. Pasca peristiwa 30 September 1965, Tari Topeng Malangan mengalami periode meredup. Peristiwa poitik yang mendera negeri sedikit banyak juga mempengaruhi keberlangsungan Tari Topeng Malangan selain kondisi keuangan yang naik turun. . Dalam perkembangan selanjutnya, perkumpulan di Kedungmonggo, Jabung, dan daerah Tumpang yang masih bertahan.
Secara umum di era tahun 1970an, hampir semua kesenian wayang topeng Malangan mengalami perkembangan yang baik. Hal ini bisa dilihat dari keikutsertaan wayang topeng Malangan dalam berbagai festival kesenian yang diadakan dalam rangka mengembangkan kembali kesenian yang meredup di era sebelumnya. Dalam perkembangan lebih lanjut, kesenian wayang topeng Malangan mendapat perhatian besar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Malang. Pada peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-27 tahun 1972, menampilkan kesenian wayang topeng Malangan. Di Malang pada tahun 1975, Bupati Suwignyo membuka peluang tari massal topeng Malang yang diikuti oleh 500 siswa Malang. Hal ini pula yang kemudian meningkatkan dukungan pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya melestarikan kesenian yang ada. Adapun di tahun 1978, wayang topeng Malangan diikutkan dalam festival kesenian nasional di Jakarta dan Yogyakarta. Salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan memperbaiki atau membangun sarana dan prasarana dalam menyokong kelestarian kesenian wayang topeng Malangan. Pembangunan sarana dan prasarana di antaranya adalah pembangunan Padepokan Asmoro Bangun di Kedungmonggo, kecamatan Pakisaji pada tahun 1982. 

Daftar Pustaka:
Disbudpar Kabupaten Malang. 2010. Data Warisan Budaya Tak Benda Kabupaten MaLang tahun 2010. Malang : Disbudpar. 
Kotamadya Malang. 1969. Kotamadya Malang Lima Puluh Tahun. Malang : Panitia Peringatan HUT ke 55 Kotamadya Malang.
Kusmayanti, A. M. H, dkk. 2002. Indonesia Heritage : Seni Pertunjukan. Jakarta :
Murgiyanto, S.M. 1982/1983. Pewarisan dan Pembinaan Kebudayaan Indonesia. Majalah Analisis Kebudayaan, III (2):52-62.
Murgiyanto, S.M & Munardi, A. M. 1979/1980. Topeng Malang : Pertunjukan Dramatari Tradisional di Daerah Kabupaten Malang. Jakarta : Proyek Sasana Budaya Depdikbud.


*) Disunting dari artikel: Wayang Topeng Malangan Era Tahun 1959-1978 oleh "Woro Windarti"

Rabu, 14 Mei 2014

PANTAI NGELIYEP & RATU PANTAI SELATAN

Berada di Selatan Kota Malang, tepatnya kurang lebih 64 km dari Kota Malang. Terletak di Kecamatan Donomulyo, kabupaten Malang, Pantai ini memiliki perpaduan antara pasir putih dengan air yang jernih dan ombak yang besar. Namun setiap kali traveller datang, pasti akan disarankan untuk berenang di pantai sebelah timur dan dihimbau untuk tidak berenang di Pantai Pasir Panjang.

Sebelah timur???, Ngeliyep bertipikal pantai dengan dikombinasikan dengan karang dan tebing. Sehingga jangan berharap Ngeliyep memiliki garis pantai yang panjang, Namun memilliki pantai yang terpisah oleh tebing. Pantai yang biasa dipakai sebagai tempat wisata bermain air adalah pantai yang berada disebelah timur dari pantai pasir panjang yang berombak besar. Pantai di Sebelah timur berbentuk teluk kecil, sehingga ombak yang masuk tidak begitu besar. Namun jangan berharap untuk berenang jika air pasang, karena tidak bersahabat.

Sunset view juga lumayan jika dilihat dari gunung kombang. Gunung Kombang, menurut kepercayaan masyarakat merupakan tempat ritual mistis yang menghubungkan dengan Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan.


 Seperti halnya Pantai Parangtritis di Jogja, Pantai Ngeliyep masih kental dengan Nyi Roro Kidul dengan ombak ganasnya. Maka dari itu setiap tanggal 14 bulan Maulud, terdapat ritual labuhan. Labuhan merupakan ritual upacara tradisional Jawa dengan menyertakan sesaji yang berisi beraneka ragam hasil bumi. Labuhan bertujuan untuk menghindarkan suatu wilayah dari mara bahaya.\

Labuhan sesaji ini konon dilakukan sejak 1913, ketika itu menyebar suatu wabah penyakit menular yang biasa disebut Pagebluk di Desa Kedungsalam yang berada didekat pantai Ngeliyep. Sesepuh desa bernama Mbah Atun mendapat mimpi untuk melakukan upacara labuhan di pantai agar terhindar dari pagebluk. Maka, sejak itu upacara labuhan diselenggara setiap tanggal 14 bulan Mulud, dengan menyertakan larung kepala kambing/sapi untuk sesaji. Ketika upacara labuhan, akan dilakukan iring-iringan sesaji dari desa menuju pantai dengan di damping reog sebagai kesenian tradisional (pesonamalangraya.com).


Lupakan sejenak P.Sempu, mari melirik pantai ngeliyep. karena pantai ini tidak kalah bagus dengan pantai yang lain dan pastinya memiliki akses jalan yang bagus menuju pantai ini.